Selasa, 21 Februari 2017

Abalone, si Kerang Super Mahal


ApasajaIndonesia -Pernahkah Anda mencicipi hidangan kerang Abalone (dari Spanyol Abulón)? Sepertinya hidangan tersebut hanya diperuntukkan bagi masyarakat kelas atas. Karena, dengan harga yang selangit, tentu masyarakat menengah ke bawah tak akan mampu membelinya.
Tengok saja misalnya di Jakarta, banyak restoran khusus yang menyediakan menu berbahan dasar kerang abalone. Untuk mencicipi setiap potong abalone masak di restoran itu, setiap pengunjung minimal harus merogoh kocek sekitar Rp 1 juta per porsi. Asal tahu saja, itu bukan menu termahal. Soalnya ada juga menu abalone kering yang harga per ekornya mencapai Rp 13 juta, setara dengan harga sebuah sepeda motor.
Oleh karena itu, tak salah jika pengunjung yang sering memesan abalone adalah orang-orang berduit dan wisatawan mancanegara. Di masa lalu, kerang abalone dikenal sebagai makanan para raja di Cina. Namun, kini Anda pun bisa menikmati kelezatan rasanya.
Di Cina, abalone dikenal sebagai makanan keberuntungan. Maka tak heran, menu berbahan dasar abalone selalu dicari. Menurut catatan sejarah, dalam pesta atau jamuan istimewa lain, abalone selalu menjadi makanan favorit yang tidak semua orang bisa mencicipinya. Selain karena mahal, kerang mata tujuh ini juga sulit ditemukan. Sedangkan di Negeri Matahari Terbit, abalone (jenis kerang termasuk dalam keluarga holitoidae) tergolong jenis  sangat eksklusif, yang hanya dihidangkan di sejumlah hotel atau restoran berbintang dengan tarif paling murah Rp 1,5 juta per porsi.
Meskipun mahal, nyatanya penggemar abalone justru terus meningkat. Selain memiliki cita rasa tersendiri, jenis kerang ini terutama oleh masyarakat Jepang, juga diyakini sebagai makanan berkhasiat meningkatkan kebugaran serta bisa menyembuhkan berbagai penyakit, seperti gangguan ginjal.
Tapi ironinya, seluruh bahan baku masakan abalone yang disediakan di berbagai restoran kebanyakan masih diimpor dari Jepang, Meksiko, dan Afrika Selatan.
Selain dagingnya, banyak mahasiswa yang berkreasi dengan mengubah cangkang abalone menjadi perhiasan seperti gantungan kunci, liontin dan aksesoris topi. Jika diolah dengan baik, tentu harganya bisa menambah pendapatan masyarakat.
Secara umum,  kerang ini hanya disteam, lalu disajikan dengan saus yang dibuat khusus. Yang membedakan adalah proses memasaknya. Seperti abalone yang berasal dari Mexico, biasanya dimasak selama sekitar enam jam.
Bahkan, untuk memasak abalone kering dibutuhkan waktu hingga tiga hari. Koki yang tidak terbiasa memasaknya pasti akan kesulitan. Mereka seringkali bukannya membuat masakan jadi enak, tapi malah membuat  abalone jadi keras. Karena itu, sebaiknya untuk memasak abalone harus ditangani koki berpengalaman. Sosok hewan laut ini sepintas mirip daun telinga. Itu pula sebabnya oleh para nelayan disebut kerang telinga laut. Di dunia, diperkirakan ada sekitar 70 jenis abalone. Sekitar setengah dari jumlah tersebut hidup di perairan sekitar Indonesia dan Filipina.
Abalone mempunyai situ cangkang yang terletak pada bagian atas. Pada cangkang tersebut terdapat lubang-lubang dengan jumlah yang sesuai ukuran abalone. Semakin besar ukuran, makin banyak lubang yang terdapat pada cangkang.
Cangkang biasanya berbentuk telinga, rata, dan tidak memiliki overculum. Bagian cangkang sebelah dalam berwarna putih mengkilap, seperti perak. Kerang Abalone biasa ditemukan pada daerah yang berkarang, yang sekaligus dipergunakan sebagai tempat menempel.
Kerang abalone bergerak dan berpindah tempat menggunakan satu organ, yaitu kaki. Gerakan kaki yang sangat lambat, sangat memudahkan predator untuk memangsanya.
Pada siang hari atau suasana terang, kerang abalone lebih cenderung bersembunyi di karang-karang dan pada malam atau gelap lebih aktif melakukan gerakan berpindah tempat. Kualitas Air Ditinjau dari segi perairan, kehidupan abalone sangat dipengaruhi kualitas air. Secara umum, spesies kerang ini mempunyai toleransi terhadap suhu air yang berbeda-beda.
Penyebarannya sangat terbatas. Tidak semua pantai berkarang terdapat abalone. Secara umum, abalone tidak ditemukan di daerah estuaria, yaitu pertemuan air laut dan tawar, yang biasa terjadi di muara sungai.
Ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adanya air tawar sehingga fluktuasi salinitas yang sering terjadi, tingkat kekeruhan air yang lebih tinggi dan kemungkinan juga karena konsentrasi oksigen yang rendah.
Kerang abalone merupakan hewan herbivora, yaitu pemakan tumbuh-tumbuhan dan aktif makan pada suasana gelap. Jenis makanannya adalah seaweed yang biasa disebut makro alga.
Selama ini untuk mendapatkan jenis kerang bercangkang tunggal itu hanya mengandalkan hasil tangkapan para nelayan, terutama di perairan Nusa Tenggara Barat, khususnya sekitar Pulau lombok, Flores, Bali dan Sulawesi. Tapi, boleh jadi karena kebutuhan makin tinggi, belakangan hasil tangkapan dari alam jumlahnya terus merosot. Malah, untuk mendapatkan abalone yang bermutu pun makin sulit.
Pasalnya, jenis kerang yang senang hidup di dasar laut dan menempel di bebatuan ini rentan terhadap pencemaran. Terlebih lagi, karena hanya memiliki satu cangkang sehingga gerakannya sangat lambat dan hewan ini jadi mudah disantap oleh predator laut lain.
Sehingga tak mengherankan, jika Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), mulai menggalakkan budidaya abalone. Selain mengembangkan teknik budidayanya, kini bersama sejumlah pengusaha asal Jepang, DKP juga tengah membangun lembaga riset di Bali yang khusus menangani penelitian dan pengembangan abalone. Menariknya lagi hasil produksi dari proyek budidaya ini sudah siap dibeli Kyowa Concrete Industries.
Tentunya saat ini abalone merupakan salah satu jenis kerang yang telah menjadi komoditi perikanan dunia, yang saat ini sedang mengalami peningkatan permintaan terutama dari pasar intenasional. Jepang, Cina, dan Hongkong.
Prospek Bagus Ketiga Negara ini merupakan konsumen terbesar abalone hingga saat ini (Grubert, 2005). Kandungan nutrisinya yang tinggi (Stevens, 2003) serta rasanya yang nikmat merupakan salah satu faktor yang menyebabkan mengapa permintaan akan komoditas ini terus mengalami peningkatan.
Untuk itulah tak salah jika bisnis budidaya abalone tampaknya memiliki prospek cukup bagus. Di negara-negara seperti Jepang, Selandia Baru, Australia, Amerika Serikat, Mexico, dan Afrika Selatan, teknologi budidaya abalone telah berhasil dikembangkan (Grubert, 2005).
Di Indonesia budidaya komoditi ini masih dalam tahap pengembangan, dan untuk memenuhi permintaan pasar masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Namun di sisi lain, kegiatan tersebut dapat mengancam keberadaan populasi abalone di alam jika dilakukan terus-menerus.
Oleh karena itu, teknik budidaya abalone harus segera dikembangkan dan dilaksanakan untuk mengurangi tekanan penangkapan terhadap populasinya di alam.
Selain itu, melalui budidaya permintaan pasar yang terus meningkat dapat dipenuhi tanpa harus melakukan kegiatan penangkapan. Anda tertarik untuk ikut serta membudidayakannya? Selamat mencoba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar